Pakaian Krudung Tapi Tetap Seksi
Salah satu ciri fisik seorang wanita salehah adalah suka
berpakaian sopan, dan selalu mengenakan busana yang tertib menutupi aurat.
Banyak kaum hawa yang tampak berpakaian tapi pada hakikatnya mereka sama saja
dengan "telanjang"- busana mereka sengaja dibuat hanya menutupi
bagian-bagian tertentu saja. Kendati kain busana dirancang menutupi sekujur
tubuh, namun lekuk molek dan bentuk tubuhnya masih tetap tampak jelas dimata
yang memandang. "Buat apa pake kerudung, kalau masih tetap ingin tampil
seksi di depan umum."timpal suami penulis yang kebetulan bekerja di
perusahaan milik Aa Gym, dan mengaku jarang "menikmati" pemandangan
yang penulis utarakan.
Kesimpulan yang penulis kemukakan pada paragraf awal,
penulis ambil setelah membuka terjemahan Al Qurán Nur Karim hadiah Kerajaan
Saudi, halaman 678, surat Al Ahzab ayat 59. Bunyi firman-Nya adalah : "Hai
Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mu'min : "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang."
Kesimpulan itu diperkuat pula oleh pelajaran yang penulis
dapatkan dari pengajian rutin di Masjid Al Falah. Ustadzah Dyah Kusumastuti
pemateri saat itu menjelaskan, bahwa jilbab atau kerudung adalah model busana
yang dirancang untuk melindungi seluruh tubuh, terutama tubuh bagian atas,
kecuali muka dan telapak tangan. KH Ujang Muhammad, pembimbing jamaah ketika
penulis menunaikan ibadah umrahpun memberikan contoh yang lebih tegas dan
konkret kepada penulis : "Pakaian yang menutupi aurat itu, jelasnya
seperti yang ibu-ibu kenakan pada saat melaksanakan thawaf dan sa'i, waktu
menunaikan umrah seperti sekarang ini."
Dari pelajaran-pelajaran itu, akhirnya saya bisa memetik hikmah, bahwasanya Allah mmerintahkan wanita berpakaian rapat agar wanita yang beriman bisa dibedakan dari wanita yang tak beriman. Dengan berpakaian seperti yang telah disyariátkan itu, wanita berimanpun tercegah dari upaya-upaya kaum munafik yang sering berniat atau berlaku keonaran terhadap kaum muslimah.
Suami penulis pernah mewanti-wanti, bahwasanya salah satu fitrah wanita adalah rasa malu. Fitrah yang terejawantahkan kedalam sifat malu (bukan dalam pengertian rendah diri) itu tersirat dari caranya berpakaian. Wanita yang berjilbab rapat, seperti apa yang dijelaskan Ustadzah Masjid Al Falah maupun KH Ujang Muhammad, menandakan keistiqamahannya dalam menjaga fitrah atau rasa malunya agar tetap utuh. Sedang wanita yang masih fifty-fifty, atau sama sekali enggan berpakaian sesuai syar'i, maka ia berarti 'setengah' atau seluruhnya ingkar dari fitrahnya sebagai wanita.
"Terus, apa yang harus Ummi lakukan agar fitrah Ummi sebagai wanita tetap utuh, Bi ?"
Suami penulis tak langsung menjawab pertanyaan itu. Dia bangkit menuju rak buku, lantas kembali menyodorkan kitab terjemahan Al Qurán cetakan "pemkot" Madinah Al Munawwarah. Setelah membaca taúdz dan basmalah, suami membacakan salah satu ayat dalam surat An Nuur. Usai melantunkan satu ayat dari surat An Nuur itu, diapun membacakan tafsir terjemahannya. Bunyinya : "Katakanlah kepada wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada: suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putera-putera mereka, putera-putera suami mereka, saudara-saudara lelaki mereka, putera-putera saudara lelaki mereka, putera-putera saudara perempuan mereka, wanita-wanita Islam, hamba-hamba yang mereka miliki, pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita." (Q.S. 24 : 31)
"Itulah sebabnya Ummi, kenapa Abi dulu mensyaratkan agar Ummi berjilbab dulu sebelum menikah dengan Abi."ucap suami sambil meletakkan tafsir qurán ke atas rak buku.
"Alah, tapi Abi suka juga 'kan melihat wanita berkerudung tapi tampak seksi?" timpal penulis dengan maksud menggoda.
"Lho, bagaimana sih Ummi ini ? Karena Abi, kawan-kawan Abi, dan semua lelaki pada lazimnya mudah sekali tergoda, maka tugas Ummi dan kawan-kawan Ummi-lah untuk mendakwahi sesama kaumnya. Jangan sampai Abi, kaumnya Abi, atau ada lelaki yang terjerumus dan tergoda, gara-gara penampilan seronok seorang wanita yang notabene adalah muslimah. Itu 'kan sama saja mendzhalimi lelaki, dan mendzhalimi Ummi juga, kalau Abi sampai tergoda." balas suami penulis dengan nada menggoda pula.
Dari pelajaran-pelajaran itu, akhirnya saya bisa memetik hikmah, bahwasanya Allah mmerintahkan wanita berpakaian rapat agar wanita yang beriman bisa dibedakan dari wanita yang tak beriman. Dengan berpakaian seperti yang telah disyariátkan itu, wanita berimanpun tercegah dari upaya-upaya kaum munafik yang sering berniat atau berlaku keonaran terhadap kaum muslimah.
Suami penulis pernah mewanti-wanti, bahwasanya salah satu fitrah wanita adalah rasa malu. Fitrah yang terejawantahkan kedalam sifat malu (bukan dalam pengertian rendah diri) itu tersirat dari caranya berpakaian. Wanita yang berjilbab rapat, seperti apa yang dijelaskan Ustadzah Masjid Al Falah maupun KH Ujang Muhammad, menandakan keistiqamahannya dalam menjaga fitrah atau rasa malunya agar tetap utuh. Sedang wanita yang masih fifty-fifty, atau sama sekali enggan berpakaian sesuai syar'i, maka ia berarti 'setengah' atau seluruhnya ingkar dari fitrahnya sebagai wanita.
"Terus, apa yang harus Ummi lakukan agar fitrah Ummi sebagai wanita tetap utuh, Bi ?"
Suami penulis tak langsung menjawab pertanyaan itu. Dia bangkit menuju rak buku, lantas kembali menyodorkan kitab terjemahan Al Qurán cetakan "pemkot" Madinah Al Munawwarah. Setelah membaca taúdz dan basmalah, suami membacakan salah satu ayat dalam surat An Nuur. Usai melantunkan satu ayat dari surat An Nuur itu, diapun membacakan tafsir terjemahannya. Bunyinya : "Katakanlah kepada wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada: suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putera-putera mereka, putera-putera suami mereka, saudara-saudara lelaki mereka, putera-putera saudara lelaki mereka, putera-putera saudara perempuan mereka, wanita-wanita Islam, hamba-hamba yang mereka miliki, pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita." (Q.S. 24 : 31)
"Itulah sebabnya Ummi, kenapa Abi dulu mensyaratkan agar Ummi berjilbab dulu sebelum menikah dengan Abi."ucap suami sambil meletakkan tafsir qurán ke atas rak buku.
"Alah, tapi Abi suka juga 'kan melihat wanita berkerudung tapi tampak seksi?" timpal penulis dengan maksud menggoda.
"Lho, bagaimana sih Ummi ini ? Karena Abi, kawan-kawan Abi, dan semua lelaki pada lazimnya mudah sekali tergoda, maka tugas Ummi dan kawan-kawan Ummi-lah untuk mendakwahi sesama kaumnya. Jangan sampai Abi, kaumnya Abi, atau ada lelaki yang terjerumus dan tergoda, gara-gara penampilan seronok seorang wanita yang notabene adalah muslimah. Itu 'kan sama saja mendzhalimi lelaki, dan mendzhalimi Ummi juga, kalau Abi sampai tergoda." balas suami penulis dengan nada menggoda pula.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan tulis komentar sahabat... mohon untuk tidak menyertakan link aktif karena akan otomatis terhapus