Menanggapi perkataan "Janganlah
merasa paling benar sendiri!"
Ucapan ini kerap kali terdengar ketika ada dua orang yang
saling berselisih tentang suatu permasalahan, khususnya dalam permasalahan
agama. Untuk itu, marilah kita membedah maksud dari perkataan ini, sehingga
kita tidak salah dalam menempatkan kalimat ini dalam permasalahan yang tidak
sepantasnya kalimat ini diucapkan.
Maka kita perlu mengetahui sembilan point
berikut sebagai tanggapan ucapan tersebut:
1. kita memeluk AGAMA ISLAM, karena KEBENARANnya dan kita
MEYAKINI akan kebenaran tersebut. demikian halnya segala sesuatu yang
didalamnya, yakni SYARI’ATnya. SYARI’AT yang datang dari Allah TELAH JELAS dan
SEMUANYA telah dijelaskan oleh Allah dan RasulNya.
2. Hikmah diturunkan Al Qur-aan dan diutusnya Rasul adalah
MENEGAKKAN kebenaran, yang dengannya Allah membantah KEBATHILAN ahlul baathil
dan merendahkannya, serta meninggikan ahlul haq.
3. Maka dengan melihat point kedua, tidak boleh lagi ada
yang berkata:
“jangan engkau katakan ini sesat, itu sesat; karena yang
lebih tahu tentang sesat atau tidaknya adalah Allah. hanya Allah-lah yang
benar.”
tanggapan:
- jika seseorang mengatakan “ini sesat, itu sesat” TANPA
berlandaskan HUJJAH, maka ini adalah kebodohan. sesat apakah yang
dimaksudkannya? sesat dari jalan mana? kalau ia mengatakan “sesat dari jalan
Allah”; maka kita katakan: “datangkanlah HUJJAH, dijalan Allah manakah
kesesatan tersebut”. janganlah sampai engkau mengadakan kedustaan atas nama
Allah! ingatlah ini merupakan suatu dosa yang sangat besar!
- yang jadi permasalahan ketika seseorang malah disalahkan
ketika ia menyatakan sesat terhadap sesuatu yang telah dijelaskan Allah dan
RasulNya akan kesesatan tersebut.
kita mengimani bahwa Allah telah menurunkan Al Qur-aan
sebagai Al Furqaan (pembeda yang haq dan yang baathil, yang lurus dan yang
sesat); maka jika apa yang dikatakan sesat oleh Al Qur-aan, maka itulah
kesesatan.
kita telah mengimani bahwa Allah telah mengutus RasulNya
untuk MENJELASKAN Al Qur-aan dan untuk menjadi hakim atas segala perselisihan
manusia tentang agamanya. maka apa yang dikatakan sesat oleh Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wa sallam, maka itulah kesesatan.
benar, bahwa Allah, Dialah Yang Benar (al-Haq); tapi
ketahuilah, al-haq tersebut telah ada ditengah-tengah kita dengan diturunkanNya
al Qur-aan yang membawa kebenaran dan dengan diutusNya RasulNya yang memberi
kabar gembira dan yang memberi peringatan (lihat al Isra: 105). apakah engkau
tidak mengakuinya? apakah engkau tidak mau berhukum dengannya untuk
menyelesaikan permasalahanmu?
mungkin ia mengira bahwa pengingkaran terhadap kesesatan
seperti ini adalah perpecahan, sehingga tidak boleh ada pengingkaran. ya
subhanallah, apakah yang dimaksud dengan perpecahan? apakah yang dimaksud
dengan persatuan? yang dimaksud dengan perpecahan adalah orang yang menyelisihi
kebenaran, sedangkan yang dimaksud dengan persatuan adalah orang yang mengikuti
kebenaran.
maka orang-orang yang berkumpul diatas kesesatan, tidaklah
disebut sebuah persatuan, dan tidak akan pernah umat ini berkumpul diatas
kesesatan, akan selalu ada diantara umat ini yang akan tetap berada diatas
kebenaran, menyelisihi kebathilan-kebathilan yang diperbuat oleh para pengikut
hawa nafsu.
maka orang-orang yang hendak
menghalang-halangi orang yang mengingkari kesesatan inilah yang patut untuk
merenungi hal-hal berikut:
- apakah engkau hendak membiarkan terjadinya kesesatan
dalam agama ini?
- apakah engkau hendak meluaskan kesesatan dalam agama ini?
- apakah engkau mengira kesesatan tersebut merupakan kebenaran?
- atau apakah engkau hendak mengatakan kesesatan itu adalah bagian agama ini?
- apakah engkau hendak meluaskan kesesatan dalam agama ini?
- apakah engkau mengira kesesatan tersebut merupakan kebenaran?
- atau apakah engkau hendak mengatakan kesesatan itu adalah bagian agama ini?
akan tetapi yang perlu diingat, seseorang yang mengingkari
kesesatan HARUS SESUAI DENGAN SYARI’AT, bukan dengan cara-cara yang baathil;
tidaklah kesesatan itu dilawan dengan cara-cara yang sesat pula.
(simak pembahasan
tentang ini disini)
4. Maka jika terjadi perselisihan, yang menghukumi benar
atau salahnya adalah KITABULLAH dan SUNNAH Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam menurut PEMAHAMAN SALAFUSH SHALIH.
sehingga tidak boleh ada berkata DIKEMBALIKAN KEPADA
MASING-MASING. tapi dikembalikan kepada Allah (kitabNya) dan RasulNya
(sunnahnya) menurut PEMAHAMAN SALAFUSH SHALIH.
dikatakan mengembalikan kepada PEMAHAMAN SALAFUSH SHALIH,
karena bisa saja kedua pihak berselisih MENCARI PEMBENARAN, dengan ASAL COMOT
dalil-dalil dari qur-aan dan sunnah dengan PEMAHAMANNYA MASING-MASING tanpa
merujuk pada pemahaman yang DIAKUI oleh Allah dan RasulNya, yaitu pemahaman
para shahabat; untuk MEMBENARKAN kesesatannya.
simak:
maka orang yang mengatakan (kembali kepada al qur-aan dan
as-sunnah, dengan pemahamn masing-masing) tidak ada bedanya dengan golongan
pertama yang berkata: “kembalikan saja pada masing-masing” dan inilah pemahaman
LIBERAL yang sesat dan menyesatkan, yang menjangkiti banyak kaum muslimin.
5. jika menurut al-qur’an dan as-sunnah sesuai pemahaman
salafush shalih itu benar, maka kita benarkan.
lantas APAKAH SALAH, seseorang yang mengatakan DIRINYA
BENAR, sedangkan ia berlandaskan dengan DALIL-DALIL yang SHAHIIH (diatas
kitabullah dan sunnah rasulullah shalllallahu ‘alayhi wa sallam dengan
PEMAHAMAN salafush shalih)?!
6. kita tidak menafikkan akan ADANYA perselisihan diantara
dua belah pihak (atau bahkan lebih) yang TELAH MENGEMBALIKAN perkaranya kepada
al-qur’an dan as-sunnah sesuai pemahaman salafush shalih…
namun TETAP SAJA hanya ada SATU kebenaran. namun
penyikapannya tentu TIDAK SAMA dengan penyikapan terhadap orang yang
MENYELISIHI al qur-aan dan as-sunnah (menurut pemahaman salafush shalih), dan
ijma’.
maksudnya, TIDAK DIBENARKAN dalam masalah-masalah seperti
ini, seseorang BERKACAMATA KUDA, menganggap dalam perkara ini yang ada hanya
pendapatnya saja, atau menganggap hal ini merupakan IJMA’ kaum muslimin yang
tidak boleh diselisihi, sehingga ia MENGINGKARI dengan keras pendapat yang
menyelisihinya, bahkan MENYESATKAN orang yang menyelisihinya.
dan dalam perkara ini PASTILAH orang-orang yang berselisih
AKAN SALING MENYELISIHI berdasarkan kandungan dalil yang mereka dapati dan
sudut pandang yang mereka pegang pada masing-masing pihak.
tidaklah perselisihan yang seperti ini dikatakan sebagai
“perpecahan”, tidak sepantasnya pula perselisihan seperti ini dapat
mengakibatkan perpecahan diantara kaum muslimin.
Dalam masalah-masalah yang memungkinkan terjadinya khilaf
diantara para ulama, dan khilaf itupun DIAKUI oleh ULAMA AHLUS-SUNNAH; tidak
dibenarkan sebagian pihak menyesatkan sebagian yang lain.
Mari kita menyimak nasehat syaikh al
‘utsaimin berikut:
kita wajib untuk tidak menjadikan perselisihan di antara
ulama’ ini sebagai penyebab perpecahan, karena kita seluruhnya menghendaki
al-haq, dan kita seluruhnya telah melakukan segala usaha yang ijtihad-nya
membawa ke sana.
Maka selama perselisihan itu (seperti ini), sesungguhnya
kita tidak boleh menjadikannya sebagai sebab permusuhan dan perpecahan diantara
ahlul ilmi, karena sesungguhnya para ulama’ itu selalu berselisih, walaupun di
zaman Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam..
Kalau begitu, maka yang menjadi kewajiban bagi thalibul
ilmi hendaklah mereka bersatu, dan janganlah mereka menjadikan perselisihan
semacam ini sebagai sebab untuk saling menjauhi dan saling membenci.
Bahkan jika engkau berbeda pendapat dengan temanmu
berdasarkan kandungan dalil yang engkau miliki, sedangkan temanmu menyelisihimu
berdasarkan kandungan dalil yang ada padanya, maka kalian wajib untuk
menjadikan diri kalian diatas satu jalan dan hendaklah kecintaan bertambah di
antara kalian berdua.”
(Kitabul ilmi, oleh Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin,
hal: 28-30, penerbit: Daar ats-Tsurayya, cet: I, th:1417 H. 1996 M)
7. perkataan “jangan merasa benar sendiri” ini, jika yang
mengatakannya adalah orang yang berada diatas kebathilan, maka ini hanyalah
ANGAN-ANGAN KOSONGnya.
agar sekiranya, KEBATHILANnya juga DIANGGAP sebagai sebuah
kebenaran. sehingga ia BERANGAN-ANGAN orang yang memang berada diatas kebenaran
menerima kebathilannya, dan BERANGAN-ANGAN agar orang tersebut mengatakan:
“engkau benar, akupun benar, dan kita tidak saling mengusik” mungkin itulah
ANGAN-ANGANnya!
8. jika orang yang berada diatas kebenaran disebut “merasa
paling benar”, maka kita katakan, orang tersebut tidaklah ‘merasa’ tapi MEMANG
ia berada diatas kebenaran.
9. jika orang yang berada diatas kebathilan tersebut yang
mengatakan perkataan demikian, maka kita katakan, yang seharusnya disebut
“merasa paling benar” adalah pelaku kebathilan ini, bagaimana tidak? mereka
diseru untuk merujuk kebenaran, tapi mereka menolak. cukuplah bagi mereka
sebutan ‘merasa benar sendiri”…
Semoga bermanfaat..
Mantap Bos Lanjutkan
ReplyDelete